I. Pendahuluan
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini
diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk kembali
kepada Allah SWT. Oleh karena itu selam kurang lebih 23 tahun Rasulullah SAW
membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang
mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu.
Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan
berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.
Manusia mendapat kehormatan menjadi khalifah di muka bumi untuk mengolah
alam beserta isinya. Hanya dengan ilmu dan iman sajalah tugas kekhalifahan
dapat ditunaikan menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seluruh
makhluk-Nya. Tanpa iman akal akan berjalan sendirian sehingga akan muncul
kerusakan di muka bumi dan itu akan membahayakan manusia. Demikian pula
sebaliknya iman tanpa didasari dengan ilmu akan mudah terpedaya dan tidak
mengerti bagaimana mengolahnya menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan
seisinya.
Sedemikian pentingnya ilmu, maka tidak heran orang-orang yang berilmu
mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Allah maupun manusia. (QS. Al
Mujadilah (58) : 11)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
11. Hai orang-orang beriman apabila
kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Bahkan syaithan kewalahan terhadap orang muslim yang berilmu, karena dengan
ilmunya, ia tidak mudah terpedaya oleh tipu muslihat syaithan.
Muadz bin Jabal ra. berkata: “Andaikata orang yang beakal itu mempunyai
dosa pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya dia
cenderung masih bisa selamat dari dosa tersebut namun sebaliknya, andaikata
orang bodoh itu mempunyai kebaikan dan kebajikan pada pagi dan sore hari
sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya ia cenderung tidak bisa
mempertahankannya sekalipun hanya seberat biji sawi.”
Ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Ia menjawab,
“Sesungguhnya jika orang berakal itu tergelincir, maka ia segera menyadarinya
dengan cara bertaubat, dan menggunakan akal yang dianugerahkan kepadanya.
Tetapi orang bodoh itu ibarat orang yang membangun dan langsung merobohkannya
karena kebodohannya ia terlalu mudah melakukan apa yang bisa merusak amal
shalihnya.”
Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam.
Oleh karena itu, manusia butuh terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan
dimuliakan oleh Allah SWT. Kemuliaan manusia terletak pada akal yang
dianugerahi Allah. Akal ini digunakan untuk mendidik dirinya sehingga memiliki
ilmu untuk mengenal penciptanya dan beribadah kepada-Nya dengan benar. Itulah
sebabnya Rasulullah SAW menggunakan metode pendidikan untuk memperbaiki
manusia, karena dengan pendidikanlah manusia memiliki ilmu yang benar. Dengan
demikian, ia terhindar dari ketergelinciran pada maksiat, kelemahan, kemiskinan
dan terpecah belah.
II. Pentingnya Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan
ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak
heran bila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat
menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang
sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.
Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: tilawah
(membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan ta’limul kitab wa
sunnah (mengajarkan al kitab dan al hikmah). Pendidikan dapat merubah
masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik disebabkan pendidikan mempunyai
kelebihan. Pendidikan mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan
menyeluruh, pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu
yang diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam
akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat serta
banyak beramal.
Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah (pemahaman/pemikiran)
dan amaliyah (aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam individu membutuhkan
tahpan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada pemberdayaan di segala sektor
kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan kepada
pengaktualan potensi dengan memasuki berbagai bidang kehidupan. (QS. Ali Imran
(3) : 103)
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al
Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk
masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah saja.
Kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang
diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga
diri, kekuatan dan persatuan.
Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran
tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh.
Interaksi di dalam diri ini memberi pengaruh kepada penampilan, sikap,
tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq yang baik. Akhlaq ini
perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat
malam, shoum (puasa) sunnah, berhubungan kepada keluarga dan masyarakat.
Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin banyak amalnya dan semakin
mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya
memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi gaya hidup sehari-hari.
III. Kesinambungan dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dalam bahasa Arab disebut tarbiyah Islamiyah merupakan hak
dan kewajiban dalam setiap insan yang ingin menyelamatkan dirinya di dunia dan
akhirat. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai
akhir hayat.” Maka menuntut ilmu untuk mendidik diri memahami Islam tidak ada
istilah berhenti, semaki banyak ilmu yang kita peroleh maka kita bertanggung
jawab untuk meneruskan kepada orang lain untuk mendapatkan kenikmatan berilmu,
disinilah letak kesinambungan.
Selain merupakan kewajiban, kegiatan dididik dan mendidik adalah suatu
usaha agar dapat memiliki ma’dzirah (alasan) untuk berlepas diri bila kelak
diminta pertanggungjawaban di sisi Allah SWT yakni telah dilakukan usaha
optimal untuk memperbaiki diri dan mengajak orang lain pada kebenaran sesuai
manhaj yang diajarkan Rasulullah SAW.
Untuk menghasilkan Pendidikan Islam yang berkesinambungan maka dibutuhkan
beberapa sarana, baik yang mendidik maupun yang dididik, yaitu:
1. Istiqomah
Setiap kita harus istiqomah terus belajar dan menggali ilmu Allah, tak ada
kata tua dalam belajar, QS. Hud (11) : 112, QS. Al Kahfi (18) : 28
2. Disiplin dalam tanggung jawab
Dalam belajar tentu kita membutuhkan waktu untuk kegiatan tersebut.
sekiranya salah satu dari kita tidak hadir, maka akan mengganggu proses
belajar. Apabila kita sering bolos sekolah, apakah kita akan mendapatkan ilmu
yang maksimal. Kita akan tertinggal dengan teman-teman kita, demikian pula
dengan guru, apabila ia sering membolos tentu anak didiknya tidak akan maju
karena pelajaran tidak bertambah.
3. Menyuruh memainkan peran dalam pendidikan
Setiap kita dituntut untuk memerankan diri sebagai seorang guru pada saat-saat
tertentu, memerankan fungsi mengayomi, saat yang lainnya berperan sebagai
teman. Demikiannya semua peran digunakan untuk memaksimalkan kegiatan
pendidikan.
Referensi :
Referensi :
1. Tarbiyah Islamiyah Harokiyah, DR. Irwan Prayitno
2. Tarbiyah Menjawab Tantangan, Mahfudz Siddiq
2. Tarbiyah Menjawab Tantangan, Mahfudz Siddiq